Nelayan Asal Mandangin Jadi Korban Bom Molotov dan Senpi, BPJS Menolak Klaim Korban
SaktehNews.com | SAMPANG – Sohib (35), seorang nelayan asal Pulau Mandangin, menjadi korban serangan brutal di perairan Modung – Bangkalan pada Rabu (6/3). Ia mengalami luka parah akibat ledakan bom.
Sohib mengaku terkena tembakan senjata api saat sedang mencari kepiting. Selain menderita luka serius, ia juga dihadapkan pada kenyataan pahit. Biaya pengobatannya tidak ditanggung Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
Serangan Brutal di Tengah Laut
Kejadian berlangsung sekitar pukul 11.00 siang. Saat itu, Sohib bersama rekannya, Sahroni (36), tengah bekerja mencari kepiting di laut. Tiba-tiba, dua orang tak dikenal dari kapal lain yang berisi tujuh orang menyerang mereka dengan bom molotov dan senjata api.
“Saya kena bom di kaki, juga kena tembak,” ujar Sohib dengan suara lemah.
Pasca insiden, ia dievakuasi ke daratan dan sempat mendapatkan perawatan di fasilitas kesehatan Noreh, Kecamatan Sreseh, sebelum akhirnya dirujuk ke RSUD Sampang. Saat ini, korban dirawat di Ruang Melati D RSUD Sampang.
Perbedaan Kesaksian Soal Senjata Api
Sohib mengaku bahwa pelaku membawa senjata api, baik pistol maupun senjata laras panjang, dan dirinya mengalami luka akibat tembakan. Namun, berdasarkan hasil pemeriksaan tim medis RSUD Sampang, luka-luka yang dialami korban bukan disebabkan oleh peluru, melainkan akibat percikan ledakan bom.
“Tidak ada peluru yang tertanam. Luka di dada bukan akibat tembakan, melainkan percikan bom,” jelas petugas IGD RSUD Sampang.
Perbedaan kesaksian ini menunjukkan perlunya penyelidikan lebih lanjut untuk memastikan jenis serangan yang terjadi dan senjata yang digunakan pelaku.
Konflik Laut yang Tak Kunjung Selesai
Penjabat Kepala Desa Mandangin, Haris Budi Santoso, menyebut bahwa konflik ini bukan kejadian pertama. Persoalan batas wilayah tangkap kerap menjadi pemicu ketegangan antara nelayan Mandangin dan nelayan Batah, Kwanyar, Bangkalan.
“Polisi sudah menegaskan agar tidak ada aksi main hakim sendiri dalam rapat di Polres Bangkalan pada 20 Februari 2025 lalu. Tapi nyatanya, ini terus terjadi. Nelayan Mandangin selalu jadi korban,” tegasnya.
Haris berharap pemerintah turun tangan untuk menyelesaikan konflik ini sebelum jatuh korban jiwa.
BPJS Menolak Klaim, Korban Terancam Tak Bisa Operasi
Saat ini, Sohib tengah menjalani perawatan intensif dan membutuhkan operasi. Namun, keluarganya harus menanggung biaya sendiri karena BPJS menolak klaimnya.
“Kami sudah meminta agar BPJS bisa digunakan karena korban ini nelayan dan bukan orang mampu. Tapi tetap ditolak,” kata Haris.
Petugas IGD RSUD Sampang membenarkan bahwa BPJS tidak bisa digunakan karena kasus ini tidak memenuhi standar klaim.
Di tengah penderitaannya, Sohib harus menghadapi kenyataan bahwa ia harus membayar biaya pengobatan sendiri. Padahal, istrinya tengah hamil delapan bulan dan mereka memiliki dua anak yang masih kecil.
Polisi: Identitas Pelaku Belum Diketahui
Kasi Humas Polres Sampang, Iptu Andi Amin, yang dikonfirmasi melalui WhatsApp, membenarkan bahwa kejadian ini terjadi di perairan Bangkalan.
“Iya, Pak. TKP perairan Bangkalan,” ujar Iptu Andi Amin.
Namun, hingga saat ini, polisi masih belum mengetahui identitas pelaku. “Belum diketahui, Pak,” tambahnya.
Tindak Lanjut Kasus Masih Belum Jelas
Menurut pengakuan Jamila, saudara korban, aparat TNI dan kepolisian telah mendatangi rumah sakit untuk melihat kondisi korban. Namun, hingga kini belum ada kepastian terkait langkah hukum yang akan diambil.
Jika dibiarkan berlarut-larut, konflik ini berpotensi terus berulang dan semakin mengancam keselamatan nelayan Mandangin. Pemerintah dan aparat penegak hukum harus segera turun tangan, bukan hanya untuk menyelesaikan konflik batas laut, tetapi juga memastikan korban seperti Sohib mendapatkan haknya -baik perlindungan hukum maupun akses layanan kesehatan yang layak-.
Bagaimana nasib korban jika pemerintah tetap diam? (Pi'i)